Mantan Anggota Satgas PMP Mendarat di Eltari

Oleh: baderi

Setelah 20 tahun yang lalu, berkesempatan lagi menginjakan kaki di bandara Eltari Kupang. Tak kuasa menahan arus kenangan, ingatan itu begitu kuat menyeret pada catatan-catatan alam bawah sadar tahun 2001 lalu, tatkala membersamai Anggota Satuan Tugas Penanganan Masalah Pengungsi (Satgas PMP) Timor Timur di Nusa Tenggara Timur yang pernah menginjakan kaki di bandara ini.

Teringat peran Satgas PMP yang diharapkan mampu menangani masalah pengungsi Timor-Timur yang berada di wilayah Nusa Tenggara Timur. Diharapkan mampu mengkoordinasikan penyelesaian masalah pengungsi antara lain penanganan bantuan sosial, repatriasi, permukiman, kriminalitas, status kepegawaian pejabat-pejabat bekas Propinsi Timor Timur, keamanan komunikasi rahasia, dan sebagainya.

Satgas PMP tersebut dibentuk Soesilo Bambang Yudhoyono, Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Satgas PMP sejak penugasannya pertama kali hingga berakhirnya masa tugasnya ini telah menorehkan tinta emas. Satgas PMP tersebut dibentuk oleh pemerintah Indonesia sebagai jawaban atas tuntutan PBB agar Indonesia bertanggung jawab terhadap tewasnya anggota UNHCR (United Nation Human Commission for Refugee) di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Satgas PMP beranggotakan 14 pejabat dari Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kejaksaan Agung, Badan Kepegawaian Negara, Lembaga Sandi Negara, TNI AD, TNI AL, TNI AU, Polri, serta ditambah beberapa pejabat dari wilayah setempat yaitu Kesbangpol Pemprov NTT, Pemkab Belu, Satgas Pamtas NTT, Kodim Belu, Polres Belu, Kejati NTT, Pengadilan Tinggi NTT, Polda NTT.

Sekilas tentang UNHCR, merupakan organisasi PBB yang menangani masalah pengungsi di berbagai belahan dunia. UNHCR berada di Atambua tersebut dalam tugas menangani masalah pengungsi Timor-Timur yang lari ke Wilayah Indonesia pasca jajak pendapat penentuan status Timur-Timur apakah merdeka atau tetap ikut Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kehadiran UNHCR di Atambua ternyata tidak diinginkan pihak-pihak tertentu, hingga puncaknya terjadi peristiwa tewasnya pegawai UNHCR. Peristiwa tersebut menjadi salah satu indikasi masih adanya konflik sosial dan keamanan pasca Jajak Pendapat di Timor-Timor.

Pemerintah Indonesia saat itu sangat serius merespon dan menaruh perhatian terhadap peristiwa tewasnya anggota UNCHR di Atambua. Peristiwa tersebut telah mencoreng nama baik Indonesia di kancah pergaulan dunia internasional. Peristiwa tersebut membuat Indonesia sempat diancam pemberlakuan embargo ekonomi. Tentu, apabila embargo ekonomi diberlakukan saat itu, maka sangatlah merugikan Indonesia. Sikap bijak pemerintah Indonesia dalam merespon isu-isu di atas yaitu dengan membentuk Satgas PMP untuk menggantikan tugas-tugas UNHCR.

Peristiwa tersebut seolah mengiringi letupan-letupan yang terjadi dibeberapa daerah konflik di Indonesia. Mulai dari Aceh, Maluku, Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tengah. Oleh sebab adanya peristiwa sosial dan keamanan, maka Atambua menjadi salah satu daerah di Indonesia yang dianggap daerah konflik.

Satgas PMP diterbangkan dari Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta dengan menggunakan Pesawat Herkules. Satgas PMP dilepas oleh Soesilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah upacara singkat yang dihadiri pejabat teras Kemenko Polsoskam.

Pesawat Herkules menerbangkan seluruh anggota Satgas PMP pada pagi hari dan sampe di Eltari Kupang pada siang hari. Herkules dua transit di Pangkalan Udara Ahmad Yani Semarang dan Pangkalan Udara I Gusti Ngurah Rai Denpasar.

Sesampainya di Pangkalan Udara Eltari, Satgas PMP disambut oleh Komandan Pangkalan Udara Eltari. Satgas PMP kemudian bergegas menuju Kota Atambua, Kabupaten Belu dengan menaiki Bus. Jarak Kota Kupang ke Kota Atambua kurang lebih 700 km dan memakan waktu 8 jam perjalanan. Oleh sebab itu, tak lama mendarat, satgas langsung bergegas pergi agar tidak kemalaman sampe di Atambua.

Meskipun demkkian, sesaat sempat menikmati pemandangan Bandata Eltari. Memang sangatlah berbeda wajah bandara ini dari 20 tahun yang lalu, bersih indah dah menawan. Demikian, catatan sejarah menerbangkan ingatan masa lampau menghadirkan romantisme masa lalu yang tak pernah kembali lagi.

Tinggalkan komentar